(Desain Konsep Bandara Terapung di Semarang) |
Tidak banyak yang tahu
bahwa Jawa Tengah ternyata memiliki banyak Bandar Udara yang tersebar pada
beberapa titik wilayah, baik yang bersifat internasional maupun domestik yang
juga berstandar sebagai Bandara perintis. Dua diantaranya yang sudah berkelas
internasional terletak di Kota Strategis, yakni Adi Soemarmo di Solo (Boyolali)
dan satu lagi adalah Ahmad Yani di Semarang ibu kota Jawa Tengah.
Bandara Adisumarmo
memiliki landasan yang cukup panjang untuk didarati pesawat berbadan lebar
(wide body airplane), sehingga dimanfaatkan setiap tahunnya untuk penerbangan haji
dengan pesawat-pesawat besar tersebut yang salah satunya yakni dengan memakai
pesawat Boeing 767. Jaraknya yang cukup dekat dengan bandara Yogyakarta dan
Semarang menjadikannya sebagai bandar udara alternatif saat diperlukan.
(Desain Terminal Bandara Ahmad Yani Semarang) |
Pada waktu
Yogya diguncang gempa pada sekitar tahun 2007 silam, beberapa pesawat (termasuk
salah satu di antaranya adalah pesawat Illusin 72 yang sangat besar) dari luar
negeri yang membawa bantuan logistik juga mendarat di bandara ini karena Apron
di Adisutjipto yang sudah tidak muat lagi, di samping di Yogya landasannya
belum mampu didarati pesawat jenis ini.
Sedangkan bandara Ahmad
Yani di Semarang juga terus berbenah demi meningkatkan pelayanan baik dari sisi
kualitas maupun kuantitas. Rencana terbaru yaitu bahwa bandara ini akan
dirombak menjadi Bandara modern dengan konsep bandara mengapung, yang
barangkali ini baru yang pertama di dunia.
Kemudian lima Bandara
lainnya merupakan bandara-bandara kecil (perintis) yang tersebar di beberapa
wilayah seperti halnya Tunggul Wulung di Cilacap, Wirasaba di Purbalingga,
Warureja di Tegal, Cepu di Cepu dan terakhir Bandara Dewandaru yang ada di
Pulau Karimunjawa, Jepara. Dari lima bandara kecil ini hanya dua yang
dioperasikan secara teratur, atau mendekati teratur yakni Tunggul Wulung dan
Karimunjawa. Ini sangat wajar karena beberapa tahun terakhir ini wisata
Kepulauan Karimunjawa cukup terkenal bagi para traveller, sedangkan Cilacap
merupakan distrik dengan cukup banyak aktivitas perindustrian. Adanya lembaga
pemasyarakatan Nusa Kambangan juga menambah frekwensi penerbangan ke bandara
Tunggul Wulung.
(Pesawat Grand Caravan, Susi Air) |
Maskapai yang paling
sering beroperasi ke Karimunjawa yaitu Kura-Kura Aviation yang saat ini berubah
nama menjadi White Sky Aviation dengan menggunakan pesawat kecil jenis Cesna yang
hanya mampu membawa penumpang tak lebih dari 8 orang saja. Sedangkan Tunggul
Wulung di Cilacap lebih sering didarati oleh maskapai Susi Air dengan mengoperasikan
pesawat berjenis Grand Caravan dengan daya muat sekitar 14 orang.
Pertanyaannya adalah
keberadaan ketujuh bandara di Jawa Tengah tersebut apakah sudah dimanfaatkan secara maksimal
atau biasa-biasa saja. Penulis melihat keberadaan bandara-bandara tersebut
terutama yang berskala perintis belum termanfaatkan secara optimal. Padahal
secara umum mobilitas yang tinggi akan meningkatkan laju perekonomian suatu
daerah juga lho. Untuk memaksimalkan pemanfaatan bandara-bandara perintis
tersebut maka Pemerintah bisa menempuh beberapa cara seperti misalnya menawarkan
insentif bagi maskapai agar mau membuka jalur penerbangan baru yang menggunakan
bandara-bandara kecil tersebut. Yang kedua bisa juga dengan memperkenalkan (promosi)
rute-rute penerbangan pendek tersebut secara lebih gamblang dan terbuka dengan
menampilkan perkiraan harga tiket pada tiap rutenya. Atau cara yang paling
ampuh dan tidak bertele-tele, Pemerintah bisa membuka rute-rute perintis tersebut
dengan maskapai milik Pemerintah sendiri (misalnya Garuda dengan menyesuaikan
bandaranya, yakni dengan pesawat-pesawat kecil). Dengan demikian warga menjadi
tertarik untuk mengoptimalkan mobilitasnya dengan memanfaatkan fasilitas yang
telah tersedia tersebut. (Turwidi Buwang)
Tulisan Terkait :
No comments:
Post a Comment