Thursday, September 25, 2014

Mengoptimalkan Pengoperasian 7 Bandara Di Jawa Tengah


konsep-bandara-terapung-semarang
(Desain Konsep Bandara Terapung di Semarang)
Tidak banyak yang tahu bahwa Jawa Tengah ternyata memiliki banyak Bandar Udara yang tersebar pada beberapa titik wilayah, baik yang bersifat internasional maupun domestik yang juga berstandar sebagai Bandara perintis. Dua diantaranya yang sudah berkelas internasional terletak di Kota Strategis, yakni Adi Soemarmo di Solo (Boyolali) dan satu lagi adalah Ahmad Yani di Semarang ibu kota Jawa Tengah.
 
Bandara Adisumarmo memiliki landasan yang cukup panjang untuk didarati pesawat berbadan lebar (wide body airplane), sehingga dimanfaatkan setiap tahunnya untuk penerbangan haji dengan pesawat-pesawat besar tersebut yang salah satunya yakni dengan memakai pesawat Boeing 767. Jaraknya yang cukup dekat dengan bandara Yogyakarta dan Semarang menjadikannya sebagai bandar udara alternatif saat diperlukan. 

desain-terminal-bandara-ahmad-yani
(Desain Terminal Bandara Ahmad Yani Semarang)
Pada waktu Yogya diguncang gempa pada sekitar tahun 2007 silam, beberapa pesawat (termasuk salah satu di antaranya adalah pesawat Illusin 72 yang sangat besar) dari luar negeri yang membawa bantuan logistik juga mendarat di bandara ini karena Apron di Adisutjipto yang sudah tidak muat lagi, di samping di Yogya landasannya belum mampu didarati pesawat jenis ini.

Sedangkan bandara Ahmad Yani di Semarang juga terus berbenah demi meningkatkan pelayanan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Rencana terbaru yaitu bahwa bandara ini akan dirombak menjadi Bandara modern dengan konsep bandara mengapung, yang barangkali ini baru yang pertama di dunia.

Kemudian lima Bandara lainnya merupakan bandara-bandara kecil (perintis) yang tersebar di beberapa wilayah seperti halnya Tunggul Wulung di Cilacap, Wirasaba di Purbalingga, Warureja di Tegal, Cepu di Cepu dan terakhir Bandara Dewandaru yang ada di Pulau Karimunjawa, Jepara. Dari lima bandara kecil ini hanya dua yang dioperasikan secara teratur, atau mendekati teratur yakni Tunggul Wulung dan Karimunjawa. Ini sangat wajar karena beberapa tahun terakhir ini wisata Kepulauan Karimunjawa cukup terkenal bagi para traveller, sedangkan Cilacap merupakan distrik dengan cukup banyak aktivitas perindustrian. Adanya lembaga pemasyarakatan Nusa Kambangan juga menambah frekwensi penerbangan ke bandara Tunggul Wulung.

grand-caravan-susi-air
(Pesawat Grand Caravan, Susi Air)
Maskapai yang paling sering beroperasi ke Karimunjawa yaitu Kura-Kura Aviation yang saat ini berubah nama menjadi White Sky Aviation dengan menggunakan pesawat kecil jenis Cesna yang hanya mampu membawa penumpang tak lebih dari 8 orang saja. Sedangkan Tunggul Wulung di Cilacap lebih sering didarati oleh maskapai Susi Air dengan mengoperasikan pesawat berjenis Grand Caravan dengan daya muat sekitar 14 orang.

Pertanyaannya adalah keberadaan ketujuh bandara di Jawa Tengah tersebut apakah sudah dimanfaatkan secara maksimal atau biasa-biasa saja. Penulis melihat keberadaan bandara-bandara tersebut terutama yang berskala perintis belum termanfaatkan secara optimal. Padahal secara umum mobilitas yang tinggi akan meningkatkan laju perekonomian suatu daerah juga lho. Untuk memaksimalkan pemanfaatan bandara-bandara perintis tersebut maka Pemerintah bisa menempuh beberapa cara seperti misalnya menawarkan insentif bagi maskapai agar mau membuka jalur penerbangan baru yang menggunakan bandara-bandara kecil tersebut. Yang kedua bisa juga dengan memperkenalkan (promosi) rute-rute penerbangan pendek tersebut secara lebih gamblang dan terbuka dengan menampilkan perkiraan harga tiket pada tiap rutenya. Atau cara yang paling ampuh dan tidak bertele-tele, Pemerintah bisa membuka rute-rute perintis tersebut dengan maskapai milik Pemerintah sendiri (misalnya Garuda dengan menyesuaikan bandaranya, yakni dengan pesawat-pesawat kecil). Dengan demikian warga menjadi tertarik untuk mengoptimalkan mobilitasnya dengan memanfaatkan fasilitas yang telah tersedia tersebut. (Turwidi Buwang)


Tulisan Terkait :




Tuesday, September 2, 2014

Kontrol Berat Dan Keseimbangan (Weight And Balance Control)



Diterjemahkan dari sebuah sumber oleh Turwidi Buwang

Ada banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi dan keamanan dalam pengoperasian pesawat. Di antara faktor-faktor vital tersebut adalah kontrol berat dan keseimbangan yang sesuai. Sistem berat dan keseimbangan biasanya dipakai pada pesawat yang terdiri dari 3 elemen penting yang sama, yakni : penimbangan pesawat, pemeliharaan catatan berat dan keseimbangan, serta pemuatan yang sesuai pada pesawat. Ketidakakuratan dalam salah satu elemen tersebut meniadakan tujuan dari keseluruhan sistem. Hitungan pembebanan akhir menjadi tak berguna bila penimbangan tidak sesuai ataupun pencatatan muatan salah.

Pesawat NC-212
Pembebanan yang tak sesuai menghilangkan efisiensi mulai dari titik awal ketingian, kemampuan manuver, rate of climb, dan kecepatan. Bahkan itu bisa menyebabkan kegagalan untuk menyelesaikan penerbangan, atau bahkan gagal untuk memulai penerbangan. Karena gaya tak normal ditempatkan di atas struktur dari sebuah pembebanan tak sesuai, atau karena karakteristik penerbangan yang  dirubah, maka kehilangan nyawa dan kerusakan dari sejumlah peralatan bisa terjadi.

Tanggungjawab akan kontrol berat dan keseimbangan yang tepat dimulai dari para engineer dan desainer, serta menyampaikan pada mekanik dan pilot.

Pesawat masa kini dibangun menggunakan seni teknologi dan material yang luas guna mencapai kehandalan dan performa maksimum untuk kategori yang dituju.

Perancang pesawat telah menentukan berat maksimum didasarkan pada besarnya gaya angkat sayap maupun rotor. Kekuatan struktur pada pesawat juga membatasi berat maksimum yang dapat diangkat dengan aman. Tempat ideal dari CG ditentukan dengan sangat hati-hati oleh desainer, dan penyimpangan maksimum dari lokasi spesifik ini juga telah dihitung.

Mekanik airframe dan powerplant yang merawat pesawat menjaga catatan berat dan keseimbangan pesawat terkini, mencatat perubahan-perubahan yang terjadi baik karena perbaikan maupun perubahan.
Co Pilot memiliki tanggungjawab pada tiap penerbangan  untuk mengetahui berat maksimum yang diijinkan dari pesawat serta batas CG-nya. Hal ini memungkinkan pilot untuk memutuskan pada inspeksi sebelum terbang.


Weight Control
Berat merupakan faktor terbesar dalam konstruksi pesawat dan pengoperasiannya, dan itu menuntut respon dari para pilot serta ketentuan khusus oleh seluruh mekanik A&P. Kelebihan berat mengurangi efisiensi dan margin safety yang diijinkan bila sebuah kondisi darurat akan muncul.

Saat pesawat didesain, pesawat dibuat seringan kekuatan struktur yang dibutuhkan yang akan diijinkan, dan sayap atau rotor dirancang untuk mendukung maksimum berat yang diijinkan. Saat berat pesawat bertambah, sayap atau rotor mesti memproduksi lift tambahan dan struktur harus mendukung tak hanya beban statik tambahan, melainkan juga beban dinamik yang dijatuhkan oleh manuver peenerbangan. Sebagai contoh : sayap dari pesawat dengan berat 3.000 pound harus mendukung 3.000 pound saat terbang level, namun saat pesawat belok perlahan dan keras menggunakan bank angle 60 derajat, beban dinamis yang diperlukan sayap adalah dua kalinya, yakni 60.000 pound.

Manuver mendadak yang keras atau penerbangan dalam turbulensi bisa memberikan beban dinamis pada struktur yang cukup besar untuk menyebabkan kegagalan. Dalam 14 CFR (code of federal regulations) bab 23 dijelaskan bahwa struktur dari sebuah pesawat kategori normal harus cukup kuat untuk menopang load factor hingga 3,8 kali beratnya. Sedangkan pesawat yang dioperasikan dalam kategori utility harus mampu menopang load factor hingga 4,4 kali, dan pesawat ketegori aerobatik harus kuat menahan beban hingga 6 kali beratnya.

Lift yang dihasilkan sayap ditentukan oleh bentuk airfoilnya, AoA, kecepatan, dan kerapatan udara.

Effect of Weight
Beberapa masalah yang diakibatkan oleh kelebihan muatan pada pesawat, yakni :
-          Pesawat memerlukan kecepatan lepas landas lebih tinggi, yang mana berimbas pada kebutuhan takeoff run yg lebih panjang.
-          Rate of climb dan angle of climb akan dikurangi
-          Ketinggian jelajah akan dikurangi
-          Kecepatan jelajah akan dikurangi
-          Jarak jangkauan jelajah akan diperpendek
-          Kemampuan manuver akan dikurangi
-          Landing roll menjadi lebih panjang karena landing speed akan lebih tinggi
-          Beban yang berlebih akan ditimpakan pada struktur, utamanya landing gear.


POH atau AFM memasukkan tabel atau grafik yang memberikan pilot sebuah indikasi dari kinerja yang diharapkan untuk tiap berat.

Weight Changes
Maksimum berat yang diijinkan bagi pesawat ditentukan oleh pertimbangan desain. Tetapi, berat operasional maksimum bisa jadi lebih rendah daripada berat maksimum yang diijinkan karena pertimbangan-pertimbangan serupa seperti high-density altitude atau high-drag field condition yang disebabkan rumput basah maupun air pada runway. Berat operasional maksimum juga bisa dibatasi oleh panjang landasan keberangkatan maupun kedatangan.
Pertimbangan yang penting saat preflight adalah distribusi beban di sayap. Memuati pesawat sehingga berat kotor lebih rendah daripada berat maksimum yang diijinkan belumlah cukup. Berat ini mesti didistribusikan guna menjaga CG tetap di dalam batas tertentu di dalam POH ataupun AFM.
Bila CG terlalu ke depan, penumpang yang berat dapat dipindah ke salah satu dari kursi belakang atau bagasi dapat digeser dari kompartmen depan ke kompartment belakang. Bila CG terlalu ke belakang, bisa dilakukan upaya sebaliknya. Beban bahan bakar seharusnya seimbang secara lateral, untuk itu pilot seharusnya mengupayakan perhatian khusus pada POH atau AFM dengan memperhatikan pengoperasian sistem bahan bakar dalam rangka menjaga pesawat tetap seimbang. Pada helikopter, berat dan keseimbangan jauh lebih kritis.
Perbaikan dan penggantian merupakan sumber besar dari perubahan berat. Itu menjadi tanggungjawab mekanik yang melakukan perbaikan maupun perubahan untuk mengetahui berat dan lokasi perubahan tersebut, dan untuk menghitung CG dan mencatat EWCG baru dan EWCG di dalam catatan berat dan keseimbangan pesawat.

Stability and Balance Control

Kontrol keseimbangan mengacu pada lokasi CG dari pesawat. Ini adalah kepentingan utama pada stabilitas pesawat, yang mana menentukan keselamatan dalam penerbangan. CG merupakan poin di mana total berat pesawat diasumsikan untuk dikonsentrasikan, dan CG mesti ditempatkan di dalam batasan tertentu untuk keselamatan penerbangan.

Pesawat didesain untuk memiliki kestabilan yang memungkinkan untuk diatur sehingga itu akan mempertahankan penerbangan lurus dan datar tanpa pilot memegang kontrol. Kestabilan longitudinal  dipertahankan dengan meyakinkan bahwa CG sedikit kedepan dari center of lift. Itu berarti akan memproduksi sebuah gaya fixed nose-down yang independen dari kecepatan udara. Hal itu kemudian diseimbangkan dengan variabel gaya nose-up, yang mana didapatkan dari gaya aerodinamis ke bawah pada permukaan ekor horisontal yang berubah-ubah secara langsung terhadap kecepatan udara.


Artikel Lainnya :